Artikel ini telah dimuat pada majalah kesehatan Sinergi bulan November 2014
INCUBATOR BABY
PEMBAWA MAUT
Beberapa minggu yang lalu dihebohkan oleh kasus kematian
bayi karena di incubator, seperti yang
diberitakan dari cuplikan berita Kompas.com,” Seorang bayi kembar yang lahir
prematur, Fadlam Khairy Al Faiq, tewas diduga terbakar dalam inkubator di RS
Bersalin Bunda di Jalan Pengayoman. Dugaan itu terlihat dari tubuh sang bayi
yang terdapat luka bakar di punggungnya” tertanggal 29 Oktober 2014.
Berita tersebut tentunya membuat kita prihatin. Apalagi
kedua orangtuanya tentunya sangat kehilangan. Meskipun dinyatakan kondisi
anaknya kurang sehat sebelum meninggal tetapi orang tuanya berupaya dan
berharap buah hatinya bisa kembali sehat dengan bantuan pihak Rumah Sakit.
Pertanyaannya adalah sudah sesuaikah pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah
Sakit? Apakah peralatan dalam hal ini Incubator Baby sudah memenuhi
persyaratan?. Mengingat peralatan kesehatan sangat penting perannya untuk digunakan
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Untuk pelayanan kemungkinan sudah dilakukan sesuai standar
terbukti kedua bayi tersebut dengan bobot 1,7 kg dan 1,3 kg oleh pihak Rumah
Sakit memasukan ke Incubator baby.
Tetapi apakah incubator bayi tersebut masih baik? Dibuktikan dengan
selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi? Karena ternyata alat kesehatan
mempunyai resiko kematian lebih tinggi dibanding naik pesawat. Dari data
diperoleh kematian naik pesawat adalah 1.9 kematian setiap 100 juta mile
pesawat (Sumber: US Dept of Transportation, 1999-2003). Sementara untuk alat
kesehatan kejadian Adverse event serius (masuk rawat Inap,mengancam nyawa,
cacat dan kematian) terus meningkat setiap tahunnya (sumber:US-FDA, 2012). Lihat tabel dibawah
ini.
Gambar grafik kasus
mengancam nyawa, cacat dan kematian tiap tahun
Dari data terlihat pada tahun 2009 dari 28,049 kasus serius
pasien 20% diantaranya mengalami kematian.
Oleh karena itu masalah pemeliharaan alat kesehatan jangan
dianggap sepele. Kemudian siapa yang berwenang dalam hal pemeliharaan alat
kesehatan? Tentunya bukan seorang dokter. Kalau perawat hanya menggunakan saja.
Lantas siapa yang bertugas pemeliharaan
alat kesehatan di Rumah Sakit atau di Instansi Kesehatan?.
Coba kita lihat di Perarturan Pemerintah
no 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Pada Bab II Jenis Tenaga Kesehatan
pasal 2 ayat 8 disana tertulis : Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer,
radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan,
refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.
Pada ayat tersebut jelas menyebutkan teknisi elektromedis. Lantas siapa teknisi
elektromedis itu. Dalam Kepmenkes no 371 /Menkes/SK/III/2007 disebutkan bahwa
fungsi tenaga elektromedis itu secara umum diantaranya adalah:
- Melaksanakan operasi alat kedokteran /kesehatan
- Melaksanakan pemeliharaan alat kedokteran /kesehatan
- Melaksanakan repair/ troubleshooting alat kedokteran dan alat kesehatan
- Melaksanakan inspeksi unjuk kerja alat kedokteran/kesehatan
- Melaksankan inspeksi keamanan alat kedokteran/kesehatan
- Melaksanakan uji laik pakai alat kedokteran/kesehatan
- Melaksanakan uji kalibrasi alat kedokteran/kesehatan dll.
Kembali ke kasus diatas apakah pihak
rumah sakit sudah memiliki tenaga elektromedis yang bertugas melakukan
pemeliharaan dan kalibrasi alat incubator baby tersebut. Karena dengan
dilakukan pemeliharaan incubator baby yang termasuk alat kesehatan dimungkinkan
kualitas dan kinerjanya termonitor apakah masih baik atau laik pakai atau tidak
laik pakai?. Dan bagaimana parameter laik pakai alat kesehatan yang ada di
rumah sakit?. Didalam Undang-Undang no 44 tentang Rumah Sakit pada Bab V
tentang persyaratan pasal 7 ayat 1
berbunyi bahwa rumah sakit harus memiliki persyaratan lokasi,bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan. Pada bab yang sama
pasal 16 ayat 1 dan 2 : (1) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
(2) Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh Balai Pengujian Fasilitas
Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang.
Jadi parameter suatu alat kesehatan
dinyatakan baik atau laik pakai jika lulus uji kalibrasinya, yaitu besaran yang
diukur pada alat incubator baby suhu suhu, tingkat kebisingan dan elektrikal
safety-nya sesuai besaran sebenarnya dan laik dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan. Dan bagaimana jika peralatan medis yang dimaksud diatas tidak
dikalibrasi?. Dalam pasal 17 disebut sanksinya : Rumah
Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan
Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak
diperpanjang izin operasional Rumah Sakit
Ini belum bicara masalah mutu/kualitas
dari alat incubator baby itu sendiri. Bicara masalah kualitas alat incubator berarti
bicara teknologi dan standar mutunya. Untuk teknologi dari alat incubator baby
itu sendiri bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang canggih. Dan
tentunya ada price disana. Teknologi yang sederhana incubator baby menggunakan
pemanas dari beberapa bola lampu pijar yang diletakkan dibawah matras bayi
dalam box incubator dan control suhunya menggunakan thermocoupler yang masih
analog dimana deviasi suhu diruangan dengan yang setting biasanya terpaut jauh
atau lebih dari ± 1⁰C. Dan biasanya tidak dilengkapi dengan skin sensor yang
berfungsi mendeteksi suhu pada kulit bayi. Sirkulasi udara tetap menggunakan
kipas. Sedangkan incubator yang canggih pemanasnya menggunakan heater dan
control suhunya menggunakan mikrokontroler yang dapat mensetting suhu ruangan
incubator dengan presisi . Sehingga deviasi suhu antara yang disetting dengan
suhu yang sebenarnya di chamber incubator tidak besar atau kurang dari 1⁰C. Dan
biasaya sudah terintegrated dengan skin sensor. Artinya jika terjadi kenaikan
temperature badan bayi maka suhu chamber bayi akan terkoreksi menyesuaikan suhu
badan bayi.
Sedangkan masalah kualitas incubator
bayi kita mengacu pada SNI Incubator Perawatan Bayi. Standar Nasional Indonesia
atau SNI ini juga mengadopsi sepenuhnya dari “Aproval and Test Spesification Medical Electrical Equipment, Part 2:
Particular Requirement for Safety of Baby Incubators (Nursing), AS
3200.2.19-1992”. Sedangkan acuannya adalah IEC 601-1 tentang Medical
Electrical Equipment Part 1 tentang General
requirement for safety dan IEC 601-2-20 tentang Medical Electrical equipment Part 2 tentang Particular requirement for
safety of transport incubator. Dalam
SNI disebutkan dengan jelas tentang kemungkinan ganguan kelistrikan,
persyaratan umum uji yaitu suhu control harus 34⁰C ± 1, perlindungan terhadap
bahaya kejutan listrik termasuk perlindungan terhadap bahaya suhu yang
berlebihan. Disana jelas-jelas disebutkan suhu permukaan yang bersentuhan
dengan bayi tidak melebihi 40⁰C. Dalam kasus ini adalah matras bayinya.
Jadi apakah peralatan incubator baby
dalam kasus ini sudah sesuai SNI apa belum? Jika belum perlu diselidiki, dan
jika sudah apakah sudah diuji kalibrasi apa belum? Karena kita akan tahu
kinerja laik atau tidak incubator baby itu untuk pelayanan kesehatan.
Mohamad Sofie, ST, MT. Dosen ATEM Semarang
dan Pengurus Organisasi Elektromedis Indonesia DPD Jateng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar