Kamis, 23 April 2015

INCUBATOR BABY PEMBAWA MAUT

Artikel ini telah dimuat pada majalah kesehatan Sinergi bulan November 2014


INCUBATOR BABY PEMBAWA MAUT

Beberapa minggu yang lalu dihebohkan oleh kasus kematian bayi karena di incubator, seperti  yang diberitakan dari cuplikan berita Kompas.com,” Seorang bayi kembar yang lahir prematur, Fadlam Khairy Al Faiq, tewas diduga terbakar dalam inkubator di RS Bersalin Bunda di Jalan Pengayoman. Dugaan itu terlihat dari tubuh sang bayi yang terdapat luka bakar di punggungnya” tertanggal 29 Oktober 2014.
Berita tersebut tentunya membuat kita prihatin. Apalagi kedua orangtuanya tentunya sangat kehilangan. Meskipun dinyatakan kondisi anaknya kurang sehat sebelum meninggal tetapi orang tuanya berupaya dan berharap buah hatinya bisa kembali sehat dengan bantuan pihak Rumah Sakit. Pertanyaannya adalah sudah sesuaikah pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit? Apakah peralatan dalam hal ini Incubator Baby sudah memenuhi persyaratan?. Mengingat peralatan kesehatan sangat penting perannya untuk digunakan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Untuk pelayanan kemungkinan sudah dilakukan sesuai standar terbukti kedua bayi tersebut dengan bobot 1,7 kg dan 1,3 kg oleh pihak Rumah Sakit memasukan ke Incubator baby.  Tetapi apakah incubator bayi tersebut masih baik? Dibuktikan dengan selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi? Karena ternyata alat kesehatan mempunyai resiko kematian lebih tinggi dibanding naik pesawat. Dari data diperoleh kematian naik pesawat adalah 1.9 kematian setiap 100 juta mile pesawat (Sumber: US Dept of Transportation, 1999-2003). Sementara untuk alat kesehatan kejadian Adverse event serius (masuk rawat Inap,mengancam nyawa, cacat dan kematian) terus meningkat setiap tahunnya  (sumber:US-FDA, 2012). Lihat tabel dibawah ini.

Gambar grafik kasus mengancam nyawa, cacat dan kematian tiap tahun
Dari data terlihat pada tahun 2009 dari 28,049 kasus serius pasien 20% diantaranya mengalami kematian.
Oleh karena itu masalah pemeliharaan alat kesehatan jangan dianggap sepele. Kemudian siapa yang berwenang dalam hal pemeliharaan alat kesehatan? Tentunya bukan seorang dokter. Kalau perawat hanya menggunakan saja.  Lantas siapa yang bertugas pemeliharaan alat kesehatan di Rumah Sakit atau di Instansi Kesehatan?.
Coba kita lihat di Perarturan Pemerintah no 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Pada Bab II Jenis Tenaga Kesehatan pasal 2 ayat 8 disana tertulis : Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis. Pada ayat tersebut jelas menyebutkan teknisi elektromedis. Lantas siapa teknisi elektromedis itu. Dalam Kepmenkes no 371 /Menkes/SK/III/2007 disebutkan bahwa fungsi tenaga elektromedis itu secara umum diantaranya adalah:
  1. Melaksanakan operasi alat kedokteran /kesehatan
  2. Melaksanakan pemeliharaan alat kedokteran /kesehatan
  3.  Melaksanakan repair/ troubleshooting alat kedokteran dan alat kesehatan
  4. Melaksanakan inspeksi unjuk kerja alat kedokteran/kesehatan
  5. Melaksankan inspeksi keamanan alat kedokteran/kesehatan
  6. Melaksanakan uji laik pakai alat kedokteran/kesehatan
  7. Melaksanakan uji kalibrasi alat kedokteran/kesehatan dll.

Kembali ke kasus diatas apakah pihak rumah sakit sudah memiliki tenaga elektromedis yang bertugas melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat incubator baby tersebut. Karena dengan dilakukan pemeliharaan incubator baby yang termasuk alat kesehatan dimungkinkan kualitas dan kinerjanya termonitor apakah masih baik atau laik pakai atau tidak laik pakai?. Dan bagaimana parameter laik pakai alat kesehatan yang ada di rumah sakit?. Didalam Undang-Undang no 44 tentang Rumah Sakit pada Bab V tentang persyaratan pasal  7 ayat 1 berbunyi bahwa rumah sakit harus memiliki persyaratan lokasi,bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan. Pada bab yang sama pasal 16 ayat 1 dan 2 : (1) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
 (2) Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang.
Jadi parameter suatu alat kesehatan dinyatakan baik atau laik pakai jika lulus uji kalibrasinya, yaitu besaran yang diukur pada alat incubator baby suhu suhu, tingkat kebisingan dan elektrikal safety-nya sesuai besaran sebenarnya dan laik dipergunakan dalam pelayanan kesehatan. Dan bagaimana jika peralatan medis yang dimaksud diatas tidak dikalibrasi?. Dalam pasal 17 disebut sanksinya : Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit

Ini belum bicara masalah mutu/kualitas dari alat incubator baby itu sendiri. Bicara masalah kualitas alat incubator berarti bicara teknologi dan standar mutunya. Untuk teknologi dari alat incubator baby itu sendiri bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang canggih. Dan tentunya ada price disana. Teknologi yang sederhana incubator baby menggunakan pemanas dari beberapa bola lampu pijar yang diletakkan dibawah matras bayi dalam box incubator dan control suhunya menggunakan thermocoupler yang masih analog dimana deviasi suhu diruangan dengan yang setting biasanya terpaut jauh atau lebih dari ± 1⁰C. Dan biasanya tidak dilengkapi dengan skin sensor yang berfungsi mendeteksi suhu pada kulit bayi. Sirkulasi udara tetap menggunakan kipas. Sedangkan incubator yang canggih pemanasnya menggunakan heater dan control suhunya menggunakan mikrokontroler yang dapat mensetting suhu ruangan incubator dengan presisi . Sehingga deviasi suhu antara yang disetting dengan suhu yang sebenarnya di chamber incubator tidak besar atau kurang dari 1⁰C. Dan biasaya sudah terintegrated dengan skin sensor. Artinya jika terjadi kenaikan temperature badan bayi maka suhu chamber bayi akan terkoreksi menyesuaikan suhu badan bayi.

Sedangkan masalah kualitas incubator bayi kita mengacu pada SNI Incubator Perawatan Bayi. Standar Nasional Indonesia atau SNI ini juga mengadopsi sepenuhnya dari “Aproval and Test Spesification Medical Electrical Equipment, Part 2: Particular Requirement for Safety of Baby Incubators (Nursing), AS 3200.2.19-1992”. Sedangkan acuannya adalah IEC 601-1 tentang  Medical Electrical Equipment Part 1 tentang General requirement for safety dan IEC 601-2-20 tentang Medical Electrical equipment Part 2 tentang Particular requirement for safety of transport incubator.  Dalam SNI disebutkan dengan jelas tentang kemungkinan ganguan kelistrikan, persyaratan umum uji yaitu suhu control harus 34⁰C ± 1, perlindungan terhadap bahaya kejutan listrik termasuk perlindungan terhadap bahaya suhu yang berlebihan. Disana jelas-jelas disebutkan suhu permukaan yang bersentuhan dengan bayi tidak melebihi 40⁰C. Dalam kasus ini adalah matras bayinya.

Jadi apakah peralatan incubator baby dalam kasus ini sudah sesuai SNI apa belum? Jika belum perlu diselidiki, dan jika sudah apakah sudah diuji kalibrasi apa belum? Karena kita akan tahu kinerja laik atau tidak incubator baby itu untuk pelayanan kesehatan.

Mohamad Sofie, ST, MT. Dosen ATEM Semarang dan Pengurus Organisasi Elektromedis Indonesia DPD Jateng.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEKNOLOGI PENGHITUNGAN SEL DARAH PADA ALAT HEMATOLOGI ANALYZER

Terkadang seorang pasien baik yang sedang rawat inap atau rawat jalan diminta dokter untuk periksa darah di laboratorium. Tujuannya ban...