Minggu, 30 Desember 2018

TEKNOLOGI PENGHITUNGAN SEL DARAH PADA ALAT HEMATOLOGI ANALYZER



Terkadang seorang pasien baik yang sedang rawat inap atau rawat jalan diminta dokter untuk periksa darah di laboratorium. Tujuannya banyak macam tetapi yang jelas hasilnya akan membantu dokter untuk mendiagnosa penyakit si pasien.
Diantara banyak pemeriksaan darah salah satunya adalah pemeriksaan hematologi dengan menggunakan alat Hematologi Analyzer. Salah satu tujuan pemeriksaan dengan alat ini adalah untuk mengetahui kelainan hematologi seperti beberapa diantaranya adalah anemia dan leukemia.
Teknologi pada alat Hematology Analyzer sudah relative canggih. Teknologi yang dimaksud adalah teknik penghitungan sel darah pada alat ini. Adapun teknik penghitungan sel pada alat Hematologi Analyzer ini dibagi 3 (tiga) tahap yaitu:
1.      Tahap pelarutan darah
Pada tahap ini terbagi dua pelarutan, yaitu:
a.       Pelarutan untuk keperluan pengitungan sel darah putih dan pengukuran konsentrasi Hb.
Pada pelarutan ini darah diencerkan dengan reagent diluent dengan perbandingan 1 : 200 (biasanya setiap merk alat memiliki perbandingan yang berbeda). Dan dicampur dengan reagent lyse untuk memecah sel darah merah agar hemoglobinnya keluar sehingga dapat diukur konsentrasinya dengan teknik fotometri.
b.      Pelarutan untuk keperluan pengitungan sel darah merah dan trombocyte atau platelete. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 4.

                                                   
Gambar 1. Blok diagram teknik penghitungan sel.
(Sumber: Hematology Analayzer Celltac Nihon Kohden)

2.      Tahap Pengitungan dan Pengukuran
Pada tahap ini akan dilakukan proses penghitungan sel darah putih dan pengukuran konsentrasi Hemoglobin dalam satu chamber pengukuran. Untuk pengukuran Hemoglobin dengan menggunakan sistem fotometri. Sedangkan untuk sel darah merah dan trombocyte dihitung dalam satu chamber yang lain. Penghitungan sel darah merah, sel darah putih dan sel trombocyte menggunakan teknologi yang disebut electrical impedance.
a.     Teknik Electrical Impedance
Pada teknik ini menggunakan prinsip bahwa sel darah bersifat isolator, dan reagennya bersifat konduktor. Dan pada teknik ini dalam satu chamber terdapat dua ruang, masing-masing ruang dipasang elektroda. Dimana kedua elektroda ini dberi sumber tegangan dan arus konstan. Kedua ruang dalam chamber dihubungkan oleh sebuah celah kecil (aperture) dengan diameter sekitar 100 µm untuk chamber pengukuran sel darah putih dan diameter sekitar 70 µm untuk chamber pengukuran sel darah merah. Saat cairan sampel darah dan reagen memenuhi chamber maka akan terjadi aliran arus yang konstan antara kedua electrode melewati cairan sampel dan reagen. Kemudian ada sistem hidrolik yang terhubung dengan chamber yang menyebabkan cairan sampel akan terhisap dari ruangan satu ke ruangan kedua melalui aperture. Hal ini juga meyebabkan sel-sel darah akan terhisap dan berpindah ruangan melalui aperture. Pada saat tiap-tiap sel darah melewati aperture ini timbul hambatan pada rangkaian closeloop melalui kedua elektroda. Sehingga akan timbul pulsa tegangan ketika tiap sel melewati aperture. Karena sel darah bersifat resistan (R) maka sesuai rumus hukum Ohm, apabila nilai hambatan berubah-ubah dan  besar arus listrik konstan (I) maka tegangannya (V) juga akan berubah-ubah pula. Besarnya pulsa tegangan ini sebanding besar kecilnya sel.




Gambar 2. Rangkaian elektronik pengukuran sel darah.

Banyaknya pulsa-pulsa listrik yang timbul akan dihitung sebagai sel-sel darah seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.




Gambar 3. Pulsa-pulsa yang terbentuk dari sel darah yang melewati aperture

Agar dapat memahami bagaimana cara sistem menghitung sel darah pada measuring chamber maka dapat dilihat dari contoh soal latihan sebagai berikut:
Gambar 4. Rangkaian Elektronik Penghitungan Sel Darah
(Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement: Richard Ashton, Pennsylvinia State University)
Keterangan gambar 4.
Rout = R  + ∆R
Vout = {(Rout/Rout+R)-1/2)}Vbb = {(Rout-R)/2(Rout+R)}Vbb
 Vout = {∆R/(4R+2∆R)}Vbb
 ∆R  maka: Vout = (∆R/4R) Vbb

Contoh:
Tahanan orifice, ketika tidak ada sebuah sel darah tipe apa saja adalah 1 kΩ. Pada saat sebuah RBC melewati dalam orifice menambah nilai tahanan menjadi 1,01 kΩ. Berapa tegangan output (Vout) setiap RBC melewati orifice? Jika tegangan Vbb= 10V.
Jawab:
R = 1 kΩ

∆R= Rout-R
∆R= 1,01 kΩ-1 kΩ = 10Ω sehingga
Vout = {10/4(1000)}x10V = 0,025V = 25 mV

Teknik ini diilustrasikan seperti alat tidak memiliki mata dalam menghitung sel. Alat hanya dapat mengklasifikasikan sesuai ukuran sel saja tetapi isi dan bentuknya tidak tahu. Karena tiap jenis sel memiliki ukuran yang berbeda.

b.    Teknik Flowcytometry
 Teknik ini biasanya digunakan untuk mengitung jenis sel darah putih saja (White Blood Cell) seperti : Lympocyte, Monocyte, Netrophil, Eosinophil, dan Basophil. Teknik Flowcytometry menggunakan sinar laser dan beberapa sensor. Dalam teknik ini setiap sel darah yang akan dihitung dilewatkan pada bagian yang dinamakan flowcell yang memungkinkan sel akan lewat satu persatu. Sinar laser akan melewati flowcell secara tegak lurus sehingga setiap sel akan terkena sinar laser ini. Seperti yang diilustrasikan pada gambar 7. Sifat dari sel darah putih akan memendarkan sinar laser saat terkena. Pendaran sinar (light scatter) ini sesuai dengan kondisi morfologis dari tiap jenis sel, baik bentuk dan isi sel. Dan sensor akan mendeteksi. Sensor yang terletak lurus dengan datangnya sinar akan mendeteksi besarnya sel, dan sensor yang terletak disamping (90) dari arah sinar laser akan mendeteksi isi atau morfologis tiap sel. Sehingga dengan demikian akhirnya akan diketahui ukuran dan morfologisnya sell. Dari sinilah akan diketahui tiap jenis sel darah putihnya.  Selama waktu penghitungan akan diketahui berapa jumlah tiap jenis sel yang terhitung. Hasilnya akan ditampilkan pada display. Teknik ini diibaratkan seperti alat yang mempunyai mata, karena mengetahui tidak hanya ukuran sel saja tetapi isi dan bentuknya (secara morfologis) juga tahu.
    

Gambar 5. Sel darah saat dikenai sinar laser dalam flowcell
(sumber: Hematology Analyzer Celltac Nihon Kohden)

3.      Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini pulsa-pulsa tegangan masuk ke mikroprosesor kemudian dihitung dan diolah dengan histogram. Demikian juga hasil pengukuran Hemoglobin secara fotometri akan dijadikan data untuk menghitung parameter-parameter lain yang dapat diketahui dari rumus. Hasil perhitungannya akan ditampilkan pada layar monitor berbentuk angka dan grafik seperti gambar 6.
                  Gambar 6. Grafik hasil hitung sel darah merah (a) dan platelete/ thrombocyte (b)

Grafik a dan b, sumbu x adalah ukuran sel dan sumbu y adalah banyaknya sel. Pada grafik a sel darah merah dengan ukuran 100 fl (femto liter) adalah paling banyak jumlahnya. Sementara sel darah merah dengan ukuran 50 dan 150 fl adalah paling sedikit.
Dan untuk mengetahui parameter hematologi lainnya selain jumlah sel darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), platelete/thrombocyte dan hemoglobin (Hb) maka digunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
a.       Mean Corpuscular Volume (MCV) = (10 Hct: RBC Count) (µm3)
a.       Mean Cell Hemoglobin (MCH) = (10 Hb: RBC Count) (pg)
b.      Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = (10 Hb : HCT) (%)
(Sumber: Medical Instrumentation Application and Design, John G. Webster)
Nilai normal tiap parameter pemeriksaan hematologi dapat dilihat dari table 1.

Tabel 1. Nilai normal pemeriksaan Hematologi
PARAMETER
NILAI NORMAL
RBC
4,6 – 6,2 x 106 male dan 4,6 – 5,4 x 106 female
WBC
4.500 – 11.000/µl
Thrombocyte
150.000 – 400.000/ µl
MCV
83 – 98 µm
MCH
27 – 31 pg
MCHC
32 – 36 %
HCT
40 -54% male dan 35 – 47% female
(Sumber: Medical Instrumentation Application and Design, John G. Webster)


Dari uraian diatas dapat dibuat kesimpulan yaitu:
1.    Hematologi Analyzer adalah alat yang berfungsi untuk menghitung jumlah sel-sel darah manusia.
2.  Penghitungan sel-sel darah pada alat hematologi memerlukan reagent sebagai pelarut sampel darah dan memecah sel darah untuk mengeluarkan hemoglobin.
3.   Pada alat hematologi tipe 3 diff terdapat 2 (dua) sistem pengukuran, yaitu pengukuran hemoglobin dengan fotometri dan pengukuran/penghitungan sel-sel darah dengan teknik elektrical impedance.
4.   Ada 3 (tiga) tahapan proses penghitungan sel, yaitu; tahap pelarutan sel darah, tahap penghitungan sel dan tahap pengolahan data.
5.  Pada teknik elektrik impedan terdapat 2 (dua) elektrode masing-masing ditempatkan chamber yang diberi arus konstan untuk mendeteksi sel darah yang melewati aperture.
6.   Pada penghitungan sel-sel darah dengan teknik electrical impedance maka setiap sel darah yang melewati aperture akan menghasilkan pulas listrik. Dimana besar pulsanya tergantung dari besar kecilnya ukuran sel darah.
7.  Parameter pemeriksaan pada alat hematologi 3 diff adalah: RBC, WBC, Platelete, Hb, HCT, MCV, MCH dan MCHC.
8.    Parameter RBC, WBC dan Platelete adalah dihasilkan dari teknik penghitungan sel sistem elektrik impedan. Parameter Hb dan HCT adalah hasil pengukuran secara fotometri dan parameter MCV, MCH dan MCHC adalah hasil perhitungan matematis oleh computer setelah diketahui nilai RBC, Hb dan HCT.

Daftar Pustaka
  1. Joseph J. Carr and John M. Brown. 2001. Introduction Biomedical Equipment Technology. Prentice Hall. New Jersey
  2. John G. Webster. 1998. Medical Instrumentation Application and Design. John Wiley and Sons, Inc. Canada.
  3. Richard Aston. 1991. Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement. Merrill. New York.
  4. http://sysmex-success.com/cs/confle/JL00055/sum_vol09_1_02.pdf
  5. http://www.flinders.edu.au/medicine/sites/biomedical-engineering/supporting-patientcare/eqpt-intro/blood-cell-counter.cfm
  6. http://www.biobrain1.com/uploading2/Hematology%20analyzer/Automated%20Hematology%20Cell%20Counters-%20Impedance.pdf
  7. http://samhs.org.au/Virtual%20Museum/Medicine/Lab_and_other_tests_except_xray/Coulter-counter/Coulter-counter.htm.
  8. http://www.teachengineering.org/view_lesson.phpurl=collection/duk_/lessons/duk_retcoulter_les1/duk_retcoulter_les1.xml


Mohamad Sofie, ST, MT.
Dosen ATEM Semarang


Jumat, 05 Oktober 2018

KELISTRIKAN DALAM TUBUH KITA




A.       Kelistrikan Sel
Tahukah kita sebenarnya dalam tubuh kita terdapat aktifitas kelistrikan? Ya ternyata dalam tubuh kita terdapat aktivitas kelistrikan yang bersumber pada tiap sel dalam tubuh. Aktivitas kelistrikan sel ini timbul karena di dalam sel tedapat ion-ion elektrolite yang bermuatan listrik seperti: Na+ (Natrium/ Sodium), K+ (Kalium/Potasium), Ca+ (Kalsium), Cl-(Chlor) dll. Dan bagaimana proses terjadinya kelistrikan sel ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebaiknya kita bahas anatomi sel seperti pada gambar 1. Sel selain memiliki inti sel atau nucleus juga terdapat ion-ion elektrolit baik di dalam maupun diluar sel. Pada gambar terlihat ion-ion Na+ banyak terdapat di luar sel dan ion K+ lebih banyak di dalam sel dibanding di luar sel dalam kondisi Polarisasi atau resting. Pada kondisi ini terdapat beda potensial (tegangan) antara di dalam (Inside) dan diluar (Outside) sel. Beberapa peneliti telah mengukur beda potensialnya yaitu menurut Guyton (-85mV), Crouch and McClintic (-70mV) dan Strong (-90mV).

Gambar 1. Anatomi sel saat kondisi polarisasi

Aktifitas kelistrikan dalam sel terjadi selain karena ada ion-ion elektrolite juga karena sifat dari membrane sel, yaitu semipermiabel. Sifat membrane sel ini memungkinkan dapat mengatur ion-ion yang akan keluar dan masuk ke dalam sel. Perubahan konsentrasi ion-ion yang di dalam maupun diluar sel inilah mengakibatkan terjadinya aktifitas kelistrikan sel, sehingga menyebabkan terjadinya beda potensial antara di dalam dan diluar sel secara aktif. Aktifitas kelistrikan sel terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:

1.      Polarisasi
Pada tahap ini ion Na+ lebih banyak di luar sel sehingga konsentrasi ion yang bermuatan positif (+) lebih banyak di luar sel, Sehingga polaritas di luar sel lebih positif dibanding di dalam sel, sehingga jika diukur beda potensialnya antara di dalam dan di luar sel hasilnya bisa -90mV (menurut Strong). Kondisi ini tidak berlangsung lama karena ada stimulan pada sel baik bersifat mekanik, kimia atau listrik sehingga membrane sel akan membuka untuk mengalirkan ion-ion Na+ ke dalam  dan ion K+ ke luar sel (proses difusi). Hal ini menyebabkan secara perlahan terjadi perubahan beda potensial ke arah positif hingga sampai batas ambang tegangan untuk proses selanjutnya.
2.      Depolarisasi
Pada proses ini di awali tercapai tegangan antara di dalam dan di luar sel mencapai batas ambang. Proses ini terjadi perubahan beda potensial yang sangat drastic (potensial aksi) hingga beda potensialnya mencapai positif +40mV. Sehingga akhir pada proses ini beda potensial antara di dalam dan di luar sel menjadi +40mV.
3.      Repolarisasi
Setelah kondisi depolarisasi mencapai puncaknya kemudian kondisi sel dengan sendirinya berbalik beda potensialnya ke keadaan semula yaitu menjadi seperti kondisi Polarisasi dengan beda potensial menjadi -90mV. Setelah proses repolarisasi sel mengalami keadaan resting atau istirahat tetapi tidak lama. Kemudian melakukan aktifias kelistrikan sel kembali dari tahap polarisasi. Proses aktifitas kelistrikan sel dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik proses aktifitas kelistrikan sel.
Video action potensial

Beda potensial aktual antara di dalam dan di luar sel dapat dihitung dengan persamaan Nernst atau persamaan 1, yaitu:

E(mv)= ±61 log (Co/Ci).................1
Dimana:                                                                      
E   = Resting potensial (mV)
Co = Konsentrasi ion di dalam sel (moles/cm3)

             Ci  = Konsentrasi ion dl luar sel (moles/cm3)
Contoh konsentrasi ion K+ di dalam sel rata-rata 150x10-6 moles/cm3. Sedangkan konsentrasi ion K+ diluar sel rata-rata 6 x 10-6 moles/cm3. Berapa rasio konsentrasi ion K+ dan berapa resting potensial ion K+?. Jawab:

Rasio konsentrasi ion K+ adalah = (6/150) moles/cm3 = (1/25) moles/cm3 
* Resting potensial = E(mv) = ± 61 log (1/25) = -85,3 mV
(Brown, 2001)

A.       Kelistrikan Otot Jantung
Jantung memiliki otot (miokardium) berbeda dengan saraf dan otot bergaris. Membran terhadap ion Na+ mudah bocor sehingga setelah repolarisasi, ion Na+ akan masuk kembali ke sel  sehingga terjadi proses Repolarisasi spontan dimana nilai ambang dan potensial aksi tanpa memerlukan rangsangan dari luar. Sel otot jantung akan mencapai nilai ambang dan potensial aksi pada kecepatan yang teratur sehingga terjadi Natural Rate/kecepatan dasar membran sel.
Untuk menentukan natural rate dihitung dari mulai depolarisasi spontan sampai nilai ambang setelah repolarisasi. Yang mempengaruhi :
1. Potensial membran istirahat.
2. Tingkat dari nilai ambang.
3. Slope dari depolarisasi spontan terhadap nilai ambang.
Ada sekumpulan sel utama yang secara spontan menghasilkan potensial aksi yang akan dengan cepat merepolarisasi sel otot miokardium yang sedang mengalami istirahat atau Pace Maker / perintis jantung. Proses terjadinya aktifitas kelistrikan sel otot jantung dapat dilihat pada gambar 3. (Burhan, 2010)


Gambar 3. Proses aktifitas kelistrikan sel otot jantung

Aktifitas jantung timbul karena adanya aktifitas kelistrikan sel pada otot jantung. Sementara sistem  keseluruhan kelistrikan jantung yang menyebabkan jantung dapat berkontraksi biasa disebut sistem konduksi jantung. Pada sistem konduksi jantung terdiri atas: Sinoatrial (SA) Node, Atrioventricular (AV) Node, Bundle of His, Bundle of Brunces dan Purkinje fibers (lihat gambar 4) (Brown, 2001)


Gambar 4. (a) Sistem konduksi jantung. (b) Sinyal kelistrikan otot-otot jantung yang dapat direkam ECG (Instrumentasi.lecture, 2012)

A.       Kelistrikan Saraf
Sistem kelistrikan saraf ditunjukan dengan adanya kecepatan impuls serat saraf yang berupa kemampuan menghantarkan impuls listrik. Serat syarat berdiameter besar, kemampuan menghantarkan impuls lebih cepat dari yang berdiameter kecil. Serat saraf ada 2 macam yaitu:
1.  Bermyelin :
Banyak terdapat pada manusia. Suatu insulator yang baik, kemampuan mengaliri listrik sangat rendah. Aliran sinyal dapat meloncat dari satu simpul ke simpul yang lain.
2. Tanpa Myelin :
·         Akson tanpa myelin diameter 1 mm kecepetan 20 -50 m/s.
·         Akson bermyelin diameter 1 μm kecepatan 100 m/s.


Gambar 5. Anatomi sel saraf
http://4.bp.blogspot.com/

Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Sistem saraf pusat terdiri dari otak, medulla spinalis dan saraf perifer. Saraf perifer adalah serat saraf yang mengirim informasi sensoris ke otak atau ke medulla spinalis yang disebut saraf afferent atau disebut saraf sensorik. Sedangkan saraf yang mengirim infomasi dari otak atau medulla spinalis ke otot adalah saraf efferent atau disebut saraf motorik.  Oleh karena itu kelistrikan sel saraf berperan dalam koordinasi otak dengan aktifitas organ tubuh kita. Fenomena kelistrikan dalam sel tubuh kita disebut bioeletical cell. (Burhan, 2010)
           
A.       Peralatan Kedokteran yang dapat merekam kelistrikan pada tubuh
Adanya aktifitas kelistrikan sel ini dapat dideteksi dengan beberapa peralatan kesehatan, salah satunya adalah alat Electro Cardiograph (ECG) yang dapat mengambil sinyal kelistrikan aktifitas jantung. Pada ECG menggunakan elektroda untuk mengambil sinyal listrik dari tubuh pasien. Ada beberapa macam elektroda yaitu: (lihat gambar 5)
1.      Elektoda suction
Dipasang pada dada pasien berjumlah 6 dan digunakan pada ECG Recorder.
2.      Klam Elektrode
Dipasang pada pergelangan kaki dan tangan pasien
3.      Disposibel electrode
Dipasang pada dada pasien berjumlah 3 atau 5 buah. Dan biasanya digunakan pada alat pasien monitor untuk parameter ECG.
Gambar 6. (a) Suction electrode. (b) Klam electrode. (c) disposible electrode (d) Alat ECG

Aktifitas kelistrikan pada tubuh kita juga dapat dideteksi dengan peralatan kedokteran yang lain yaitu:
1.      Electro Enchepalograph (EEG) yaitu alat yang dapat merekam aktifitas kelistrikan pada otak,
2.      Electro Myograph (EMG) yaitu alat yang dapat merekam aktifitas kelistrikan pada otot.
3.      Electro Oculograph (EOG) yaitu alat yang dapat merekam berbagai  potensial pada kornea retina sebagai akibat perubahan posisi dan gerakan mata.
4.      Electro Neurogram (ENG) yaitu alat yang berfungsi untuk mengukur kelistrikan saraf yang dapat menghasilkan data kelistrikan.
5.      Electro Retinogram (ERG) yaitu alat yang dapat mengevaluasi fungsi retina dll.

Daftar Pustaka
Brown, J. J. (2001). Introduction to Biomedical Equipment Technology. New Jersey: Prentice Hall.
Burhan. (2010, Juni 3). Home. Retrieved Juni 23, 2015, from http://burhan-fisika.blogspot.com.
Instrumentasi.lecture. (2012, Februari 1). Home. Retrieved Juni 23, 2015, from http://instrumentasi.lecture.ub.ac.id.
Ramliyana. (2013, Mei 25). Home. Retrieved Juni 23, 2015, from http://ramliyana-fisika.blogspot.com.

Mohamad Sofie, ST, MT. 
Dosen Akademi Teknik Elektromedik Semarang
Organisasi:
DPD Ikatemi Jawa Tengah
Gakeslab Jawa Tengah
Alfakes Pusat

TEKNOLOGI PENGHITUNGAN SEL DARAH PADA ALAT HEMATOLOGI ANALYZER

Terkadang seorang pasien baik yang sedang rawat inap atau rawat jalan diminta dokter untuk periksa darah di laboratorium. Tujuannya ban...